Bumiayu.id – Politik begitu lekat maknanya dengan persoalan para pejabat, partai, birokrasi, dan sebagainya. Kondisi politik tersebut sangatlah cair dan dinamis, hingga bisa berubah dengan cepat tergantung situasi dan juga kepentingan saat itu. Bagaimana dengan keadaan politik Indonesia saat ini?
- Adanya Politik Kebangsawanan
Rasanya, tidak berlebihan jika di Indonesia ini berkembang yang namanya politik kebangsawanan atau politik kelompok bangsawan. Ciri dari politik kebangsawanan adalah posisi politik diduduki oleh kalangan elit dan kalangan berada secara ekonomi.
Ciri lainnya, dalam keadaan politik tersebut kehormatan lebih diutamakan daripada kompetensi. Dalam kondisi politik seperti itu, kebaikan reputasi dan pencitraan dinilai sebagai hal yang sangat penting, bahkan dinomorsatukan. Politisi sangat penting untuk terlihat paham, peduli, dan mampu mengerti permasalahan rakyat.
Politik semacam ini cenderung kurang luwes dan kurang terbuka, orang yang tidak punya kemampuan ekonomi dan kehormatan, sulit untuk menembus masuk ke dalamnya.
Jika mengharapkan orang yang berkompetensi, pintar, sungguh-sungguh bertanggung jawab masuk ke ranah politik, namun tidak mempunyai kehormatan dan kekayaan, maka akan cukup sulit.
Di samping itu, sistem politik seperti ini juga membuat kedekatan antara kepentingan ekonomi & politik, karena dikuasai oleh tokoh-tokoh yang berada dalam lingkaran yang sama. Akhirnya, kebijakan ekonomi yang diambil dapat dipengaruhi oleh kepentingan politik yang ada, begitupun sebaliknya.
Namun jika dilihat dari sisi yang lain, sistem ini punya kelebihan, yaitu pemerintahan yang terbentuk cenderung stabil, karena cukup sulit digoyahkan.
- Biaya Politik Sangat Mahal
Sudah banyak yang mengakui bahwa biaya politik sangatlah mahal, misalnya biaya untuk kampanye. Jika elit sudah kuat secara ekonomi dan kehormatan atau reputasinya, maka posisi elit tersebut cukup sulit digoyahkan secara sistematis.
Maka untuk bisa menggoyahkan elit yang kaya dan dihormati banyak orang tersebut, bukan menggunakan jalan politik ataupun demokrasi, namun melalui menjelekkan nama baik. Jangan heran mengapa sekarang banyak sekali upaya menjatuhkan nama baik ataupun kampanye hitam.
- Upaya Penggoyahan Elit
Dalam politik kebangsawanan seperti di Indonesia, siapa saja tokoh politiknya bisa saja diserang nama baiknya. Contohnya adalah Presiden Jokowi yang sosoknya sudah dihormati oleh rakyat dan sulit dikalahkan melalui jalur demokrasi seperti pemilu. Maka, banyak pihak yang berupaya ‘menyerangnya’ dari sisi identitas.
Terdapat banyak sekali celah yang bisa digunakan untuk melakukan serangan tersebut. Hal yang diserang bukan hanya pada kinerjanya, tetapi juga pada sosok pribadinya. Tindakan seperti ini beresiko akan tercampur dengan berita palsu yang dapat membuat situasi publik jadi memanas.
- Politik Dinasti dalam Pilkada 2020
Perlu diakui bahwa politik dinasti semakin kentara dalam Pilkada tahun ini. Ada cukup banyak calon kepala daerah yang diusung partai punya hubungan keluarga atau kekerabatan dengan petinggi parpol di level pusat.
Di tingkat daerah, partai politik pengusung tidak segan memberi dukungan ke calon kepala daerah dari partai penguasa, meskipun di level pusat partai tersebut nampak sering kontra dengan pemerintah.
Contohnya, anak Wapres Ma’ruf Amin, yakni Siti Nur Azizah dalam kontestasi Pilkada Tangerang Selatan, didukung oleh PKS. Padahal PKS selama ini dikenal cukup kontra dengan pemerintahan Jokowi, namun dapat memberi dukungan pada anak Wapres Ma’ruf Amin. Siti Nur Azizah sendiri ialah pengurus Partai Demokrat dan sedang tidak masuk dalam pemerintahan Jokowi.
Nur Azizah akan berhadapan dengan parpol pendukung Jokowi, yaitu PDI-P. PDI Perjuangan mengusung keponakan Menteri Pertahanan sekaligus Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati sebagai calon wakil walikota Tangsel.
- Keikutsertaan Keluarga Presiden Jokowi
Sorotan lain tentu tertuju pada keluarga dan kerabat Presiden Joko Widodo. PDI Perjuangan mencalonkan anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi calon walikota Solo. Dan juga mengusung menantu Jokowi, Bobby Nasution di pemilihan walikota Medan.
Memang politik dinasti sulit dihindari karena merupakan hak di dalam demokrasi. Bisa dikatakan bahwa hal tersebut adalah konsekuensi dari demokrasi. Keluarga maupun kerabat dari tokoh yang sedang menjabat memang memiliki hak untuk ikut maju dalam Pilkada.
Namun yang patut dibahas adalah apakah kandidat tersebut punya pengalaman atau kecakapan untuk memimpin suatu daerah. Sebagian pihak bahkan menilai bahwa majunya kandidat dari keluarga pejabat seperti dipaksakan untuk jadi kepala daerah di daerahnya masing-masing.
Demikian pembahasan politik Indonesia saat ini yang sepertinya masih berkonsentrasi pada Pilkada serentak 2020. Bagaimana pendapat Anda mengenai situasi politik tersebut?


