Bumiayu.Id – Direktur film memperingatkan bahwa kecerdasan buatan (AI) bisa mengakhiri pekerjaan sebagaimana kita kenal, dan pernyataan ini menjadi sorotan dalam suatu gugatan. Pernyataan tersebut mencerminkan kekhawatiran akan dampak transformasi teknologi terhadap dunia kerja yang telah menjadi pusat perhatian di berbagai sektor industri.
Film direksi ini, dengan tajuk berita yang mencengangkan, menyoroti pandangan pesimis terhadap masa depan pekerjaan manusia seiring dengan kemajuan teknologi AI. Pernyataan tersebut muncul dalam konteks gugatan hukum yang melibatkan isu-isu terkait dampak teknologi terhadap pekerjaan dan masyarakat. Itulah salah satu pertanyaan yang dilontarkan sineas Italia-Swedia Erik Gandini dalam film terbarunya, ‘After Work’.
Filmnya menampilkan mosaik pengalaman kerja – mulai dari tukang kebun yang memotong labirin di Italia hingga pekerja kantor pemerintah yang bosan di Kuwait – dan merenungkan bagaimana pengalaman tersebut dapat diubah oleh filsafat, politik, dan teknologi. Naiknya topik kecerdasan buatan (AI) secara umum yang dimulai pada tahun 2022 dapat menggantikan 300 juta pekerjaan penuh waktu – sekitar 18% dari pekerjaan secara global, menurut Goldman Sachs.
Perusahaan seperti Microsoft, Google, dan OpenAI telah meluncurkan alat untuk pembuatan teks, musik, dan gambar, sementara para pekerja dan seniman mendorong undang-undang yang lebih ketat untuk melindungi pekerjaan mereka. “Kisah mengenai teknologi otomasi yang mengambil alih lapangan kerja sudah banyak dibicarakan saat ini, namun hal ini juga merupakan sebuah cerita lama. Saya lebih tertarik dengan pertanyaan mengapa kita tidak mengambil kesempatan sebelumnya untuk mengurangi pekerjaan?” Gandini mengatakan kepada Context dalam sebuah wawancara video.
“Kami berpikir bahwa pekerjaan yang berulang dan membosankan akan digantikan terlebih dahulu. Dan tiba-tiba, (AI) melakukan hal-hal yang kami sukai – menghasilkan gambar, teks, musik, dan sebagainya.” Gandini mengatakan AI bisa membebaskan kita dari pekerjaan yang kurang memuaskan, namun karena AI sudah memengaruhi pekerjaan kreatif, kita jadi bertanya-tanya apa lagi yang bisa dilakukan manusia.
Dalam pernyataannya, direktur film tersebut mungkin merujuk pada kemampuan AI untuk otomatisasi pekerjaan yang saat ini dijalankan oleh manusia. Peningkatan kemampuan AI, seperti kecerdasan mesin dan otomatisasi proses, dapat menggantikan pekerjaan manusia dalam berbagai sektor, mulai dari manufaktur hingga layanan pelanggan.
Gugatan hukum yang terkait dengan pernyataan tersebut mungkin mencakup pertanyaan tentang tanggung jawab perusahaan teknologi terhadap konsekuensi sosial dan ekonomi dari implementasi teknologi yang dapat menggantikan pekerja manusia. Ini juga dapat melibatkan diskusi tentang langkah-langkah yang harus diambil untuk memitigasi dampak negatif dan memastikan transisi yang adil ke era di mana AI memainkan peran yang semakin dominan dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika melihat potensi penggantian pekerjaan oleh AI, perdebatan seputar solusi seperti pelatihan ulang keterampilan dan menciptakan pekerjaan baru menjadi semakin penting. Sumber daya manusia perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi perubahan besar dalam lanskap pekerjaan, dan pemerintah serta perusahaan perlu bersinergi untuk menciptakan kebijakan yang mendukung transisi yang lancar.
Namun demikian, tidak semua pandangan terhadap dampak AI terhadap pekerjaan bersifat pesimis. Beberapa ahli berpendapat bahwa meskipun teknologi menggantikan pekerjaan tertentu, hal ini juga dapat menciptakan peluang baru dan mengubah cara kita bekerja. Misalnya, pengembangan AI dapat memicu pertumbuhan sektor pekerjaan baru yang terkait dengan pengembangan, pemeliharaan, dan pengawasan sistem AI itu sendiri.
Penting untuk menempatkan pernyataan direktur film ini dalam konteks perdebatan yang lebih luas tentang masa depan pekerjaan di era digital. Teknologi AI dan otomatisasi dapat membawa perubahan yang signifikan, dan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, perusahaan, dan masyarakat, diperlukan untuk mengelola dampaknya.
Dengan demikian, pernyataan tersebut dapat menjadi pemicu bagi diskusi lebih lanjut tentang peran teknologi dalam masyarakat dan bagaimana kita dapat mengelola transisi ke era di mana AI mungkin memiliki dampak besar pada pekerjaan manusia. Ini juga dapat merangsang pemikiran kreatif dan inovatif tentang cara mengintegrasikan teknologi secara bijaksana, sehingga kita dapat meraih manfaatnya tanpa mengorbankan keberlanjutan dan keadilan dalam dunia kerja.