Bumiayu.Id – Mata uang di dunia ini sangat bermacam-macam ragamnya, beda Negara beda pula mata uang, maka dari itu kita wajib tau ragamnya. Nilai mata uang termurah atau undervalued, sedangkan untuk nilai mata uang tertinggi disebut juga dengan overvalued.
Berdasarkan apa yang dilansir dari Business Insider, terdapat 3 jenis mata uang yang memiliki nilai sangat rendah yaitu lira (negara Turki), peso (negara Venezuela), serta krona (dari Swedia). Dalam satu tahun belakangan ini, ekonomi negara Turki dan juga Venezuela dikabarkan memang sedang sama-sama terguncang.
Ekonomi Indef Meragukan Rupiah Akan Menguat
Table Contents
Presiden Indonesia, Jokowi-JK memberikan patokan untuk asumsi pada nilai tukar rupiah dengan dolar Amerika Serikat dalam APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) di tahun 2019 senilai 15.000 untuk 1 dolar Amerika Serikat. Yang mana angka tersebut jauh berubah dari rancangan yang dibuat yaitu sebesar 14.000 untuk 1 dolar Amerika Serikat pada rancangan APBN di tahun 2019.
Indef atau Institute for Development of Economics (ekonom senior), Alviliani, memberikan penjelasan terkait nilai rupiah yang sangat sulit untuk diprediksi pada tahun ini. Hal tersebut dikarenakan keadaan ekonomi global yang bergejolak terus-menerus sehingga mengakibatkan nilai rupiah terus mengalami pergerakan.
Pada 30 Januari, Rabu 2019 dalam sebuah acara Dialog Ekonomi Perbankan yang berlangsung di Jakarta disebutkan bahwa mengenai nilai rupiah akan terus menguat harus benar-benar diperhatikan. Sebab apakah benar akan terus menguat, sebab memang belum dapat dipastikan.
Nilai rupiah yang terjadi menurut Aviliani disebabkan karena adanya dorongan beberapa faktor. Aliran modal dari dana asing yang masuk Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab yang lumayan kuat. Namun, masih tetap diragukan bahwa penguatan tersebut tidak akan berjalan lama.
Seperti yang dijelaskan oleh Indef, Aviliani bahwa belum tentu setelah April nilainya akan terus meningkat. Sehingga perlu dibuat asumsi bahwa nilai tukar rupiah memang harus dibuat rentang dari 14.000 hingga 15.000 untuk 1 dolar Amerika Serikat. Jangan sampai dipatok seterusnya sebesar 14.000.
Satu hal yang ditekankan oleh Aviliani yaitu untuk terus menjaga keadaan nilai rupiah yang meningkat, Bank Indonesia bekerja sama dengan pemerintah harus melakukan beberapa tindakan. Seperti mengkonversi rupiah dengan nilai uang beberapa negara tujuan. Dalam kata lain jangan hanya terpatok pada 1 nilai uang yaitu dolar Amerika serikat.
Akan tetapi perlu juga dikonversi ke nilai euro, yen, atau yuan. Karena transaksi dagang yang tercatat seperti pinjaman banyak dari yen. Sebab hal ini dapat menjadi salah satu cara yang dapat digunakan untuk keseimbangan.
Mata Uang Termurah atau Undervalued
- Lira dari Turki
- Peso dari Venezuela
- Krona, swedia
- Ringgit, negara Malaysia
- Dolar Kanada
- Peso, negara Filipina
- Dari Inggris, Pound Sterling
- Peso, milik Meksiko
- Peso, negara Chili
- Krona, dari Norwegia
- Shakel, milik Israel
- Zloty, milik Polandia
Uang Termahal atau Overvalued
- Baht dari Thailand
- Dolar milik Selandia Baru
- Lira dari negara Brasil
- Dolar dari Amerika Serikat
- Koruna milik Ceko
- Yuan dari China
- Won Korea Selatan
- Franc dari Swiss
- Dolar negara Australia
- Dolar negara Singapura
- Rupiah dari Indonesia
- Euro
Untuk nilai overvalued 3 teratas adalah dolar milik selandia baru, baht dari Thailand, serta Lira dari negara Brasil. Sedangkan untuk posisi rupiah sendiri masuk ke dalam kelompok overvalued akan tetapi tidak termasuk dalam 10 besar karena berada pada urutan ke 11 setelah dolar Singapura.
Berdasarkan dari model valuasi PPP atau Purchasing Power Parity atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan paritas daya beli yang digunakan oleh Deutsche Bank disesuaikan dengan modal serta perdagangan yang ada. Dengan cara tersebut dapat memberikan gambaran yang lebih baik untuk valuasi yang menitikberatkan pada perdagangan serta aliran dana yang ada pada setiap nilai uang.
Sebenarnya untuk angka yang menempati posisi paling mahal ataupun paling murah keduanya sama-sama tidak ideal. Karena sesuai dengan Economics Help, suatu mata nilai uang yang terlampau mahal dapat mengakibatkan ekspor yang tidak kompetitif sehingga menyebabkan barang impor memiliki nilai yang begitu murah.
Sedangkan untuk nilai uang yang terlalu murah atau istilahnya disebut dengan undervalued seperti yang terjadi dengan rupiah di tahun 2018 akhir memiliki efek yang tidak bagus. Karena dapat mengancam harga impor logistic, sehingga dengan terpaksa pemerintah membuat batasan untuk infrastruktur yang diimpor.